di Vihara Buddha Sakyamuni, Denpasar, 28 Oktober 2010
Transkripsi & terjemahan oleh: Pdt. Hudoyo Hupudio
SAYADAW U TEJANIYA:
Hari ini saya akan menjelaskan tentang meditasi...
Pertama-tama, saya akan menyampaikan,
mengapa manusia menderita...
dan mengapa manusia harus berlatih...
Di dunia setiap orang ingin berbahagia dan damai...
Tetapi kadang-kadang manusia begitu menderita...
Setiap hari mereka menderita...
Badan & batin lelah, batin tegang…
menderita...
Jadi Anda harus bertanya kpada diri sendiri dengan jujur,
apakah Anda sungguh-sungguh berbahagia atau tidak?
Kita tidak sungguh-sungguh berbahagia…
Kita ingin sesuatu...
kita tidak puas dengan apa pun.
Kita membutuhkan sesuatu…
kita menginginkan sesuatu…
sepanjang waktu.
Karena menginginkan, batin tidak puas…
cemas, gelisah, marah.
Oleh karena itu, batin tidak berbahagia...
banyak menderita.
Jadi, mengapa orang ingin berbahagia...
tapi tidak bisa berbahagia?
Oleh karena kita tidak memahami apa yang ada sesungguhnya...
Kita tidak memahami banyak hal...
Kita tidak memahami apa yang baik & apa yang buruk...
Kita tidak memahami apa yang benar & apa yang salah...
Kita tidak memahami apa yang seharusnya & apa yang tidak seharusnya kita lakukan...
Jadi hidup kita penuh keraguan...
kebingungan.
Keinginan juga penderitaan...
menginginkan sesuatu juga penderitaan...
marah juga penderitaan berat...
dan kegelapan batin juga penderitaan...
Kita tidak tahu apa yang harus dikerjakan...
kadang-kadang amat bingung.
Buddha berbicara tentang Empat Kebenaran Mulia:
Ada penderitaan...
Ada sebab penderitaan...
Ada kebebasan dari penderitaan...
Dan bagaimana bebas dari penderitaan.
Yang pertama & kedua: penderitaan & sebab penderitaan...
Yang ketiga & keempat: kebebasan & bagaimana mencapai kebebasan dari penderitaan...
Dalam bahasa Pali disebut: dukkha, samudaya, nirodha & magga...
Jika Anda ingin bebas dari penderitaan…
Anda harus melatih magga...
magga adalah jalan untuk bebas dari penderitaan...
Meditasi adalah kita mencoba belajar sendiri tentang badan & batin...
Jika kita memahami hakikat batin...
batin tidak akan terlalu menderita...
penderitaan berkurang...
Sekarang kita tidak tahu apa yang terjadi pada badan & batin...
apa hakikatnya…
kita tidak mengerti mengapa batin ini menderita.
Maka kita perlu memahami...
perlu mengamati & belajar tentang keadaan batin kita...
Kita perlu memeriksa, mengamati & mempelajari keadaan batin kita.
jika Anda memahami proses batin...
kegiatan batin...
dan fungsi, cara kerja batin...
maka batin lebih bebas dari penderitaan.
Sekarang kita tidak tahu apa yang terjadi dalam batin...
kita terseret oleh batin...
Itu sebabnya kita tidak mampu membuat batin kita berbahagia & damai...
Kita memiliki batin yang banyak diliputi ketidaktahuan...
Itu sebabnya kita berpikir, bicara & berbuat…
disertai keinginan, ketidaksenangan dan kegelapan batin...
Itu sebabnya sepanjang waktu batin lebih menderita.
Bila Anda dapat mempertahankan batin yang baik, kusala… sepanjang waktu...
batin akan semakin berbahagia, damai, rileks.
Saya ingin menjelaskan arti meditasi.
Di dunia ada banyak arti meditasi...
Saya ingin menyampaikan apa yang dimaksud oleh Buddha dengan meditasi...
Sesungguhnya meditasi berarti kita berusaha memupuk batin kita...
agar kualitas batin yang baik semakin berkembang...
itulah arti meditasi.
Bila orang bermeditasi untuk waktu lama…
batinnya menjadi semakin damai...
semakin matang...
semakin rileks.
Bila orang bermeditasi untuk waktu lama…
batinnya menjadi semakin baik...
semakin matang.
Bila Anda bermeditasi untuk waktu lama…
tapi batin Anda tidak berubah...
pasti ada sesuatu yang tidak beres.
Jadi kualitas batin sangat penting.
Sekarang saya akan menjelaskan tentang meditasi kesadaran...
Di dalam meditasi kita perlu memahami dua hal:
objek & batin...
Apa arti objek?
Objek berarti sesuatu yang diketahui oleh batin...
Batin bisa mengetahui objek...
Itulah artinya objek...
Batin tahu: ini objek.
Setiap orang memiliki enam [landasan] objek.
Hanya batin yang dapat langsung mengalami…
mengetahui keenam [landasan] objek ini:
yang dilihat, suara, bau, yang dikecap, seluruh sensasi tubuh, dan keadaan batin.
Meditasi vipassana berarti kita mencoba menggunakan objek-objek ini untuk menumbuhkan kualitas batin kita...
Kita menggunakan objek-objek ini untuk menumbuhkan kualitas batin kita...
sehingga kesadaran, konsentrasi & kearifan muncul.
Setiap orang punya enam [landasan] objek...
pemeditasi atau bukan-pemeditasi...
Bukan-pemeditasi menggunakan objek-objek ini,
& dalam batin muncullah keinginan, ketidaksenangan, dan kegelapan batin...
Dengan keenam jenis objek ini, bukan-pemeditasi lebih menderita...
Anda melihat sesuatu, mendengar sesuatu...
muncullah suka, tidak-suka, marah...
sehingga batin menderita.
Bagi pemeditasi, mereka menggunakan enam jenis objek ini utk menumbuhkan kualitas batin yang baik...
sehingga kesadaran, konsentrasi, kearifan bisa muncul.
Jadi sati, samadhi, saddha, panna…
adalah keadaan batin yang baik.
Dengan demikian batin pemeditasi memiliki energi yang baik…
energi yang meningkat.
Mengapa objek sama, tapi keadaan batin berbeda?...
Yang berbeda hanya pengertian.
Karena pengertian benar, kearifan...
sekalipun objek sama...
keadaan batin berbeda.
Oleh karena itu pemeditasi vipassana perlu memiliki pandangan benar terhadap pengalamannya...
terhadap objek.
Bila kita melihat, mendengar, mencium, atau apa pun...
kita perlu memahami pengalaman itu sebagai alamiah...
bukan sesuatu yang pribadi, ...
maka batin menerimanya sebagai apa adanya:
objek adalah objek...
melihat adalah melihat...
mendengar adalah mendengar...
bukan baik, bukan buruk.
Jadi dalam batin tidak muncul kesenangan...
tidak melekat...
batin tidak melawan...
batin sudah tenang.
Jika batin Anda memiliki pandangan benar...
samadhi ada di situ…
oleh karena ada panna...
maka di situ ada samadhi.
Lalu kita menggunakan pandangan benar & kesadaran ini untuk belajar tentang diri kita sendiri.
Seorang pemeditasi vipassana harus berpikir:
tidak ada objek apa pun yang dapat mengganggu Anda.
Setiap objek membantu Anda untuk sadar,
menumbuhkan kesadaran & kearifan.
Suara bukan masalah...
batin yang berpikir bukan masalah...
karena ini alamiah.
Marilah para hadirin berlatih selama 3 - 5 menit...
mengalami langsung apa yang saya katakan.
Inilah jalan untuk mengakhiri penderitaan sekarang...
Bersikaplah rileks...
pilihlah posisi yang nyaman.
Biarkan badan & batin rileks...
jangan biarkan badan & batin menderita.
Kenalilah saja diri Anda...
Jangan memfokus terlalu kuat…
pada objek apa pun.
Lemaskan wajah Anda, bahu Anda...
Jangan terlalu memfokus...
itu tidak perlu.
Ketahuilah saja Anda tengah duduk...
menyentuh...
mendengar...
suhu udara...
bernapas masuk, keluar...
dinding perut naik, turun...
apa pun, setiap objek adalah objek.
Tidak ada objek yang lebih baik...
semua objek sama…
batin dapat mengetahui objek...
Objek tidak terlalu penting…
batin yang tahu adalah penting.
Lanjutkan…
sadar...
tahu ...
apa pun yang terjadi pada badan & batin...
kenali saja…
ketahui saja.
Itu cukup.
Beberapa menit saja...
Kita perlu memahami nilai kesadaran ...
Perbedaan antara batin yang sadar & tidak sadar...
Jika batin Anda mengembara…
tidak masalah...
sadari saja batin mengembara…
lalu kembali kpada badan.
Apa pun yang terjadi…
yang Anda alami…
bukan tanggung jawab Anda...
Tanggung jawab Anda adalah sadar atau tidak...
batin tahu atau tidak.
Jangan coba mengendalikan pengalaman…
atau objek...
Apa pun yang terjadi, biarkanlah...
Tanggung jawab Anda hanyalah menyadari apa yang terjadi...
Rileks saja...
Rileks dengan penuh minat...
Bila kita tahu dan mengenali apa yang terjadi…
kita seharusnya berbahagia...
karena kita tahu...
Kalau kita tahu, kita tidak akan berpikir tentang hal-hal yang tak bermanfaat…
atau kotoran batin...
batin tidak bisa memikirkan itu.
Bila kita sadar, batin tidak bisa memikirkan hal-hal yang tidak baik...
Bila Anda bisa berdiam seperti ini untuk waktu lama, batin akan semakin murni…
semakin damai...
Inilah cara memurnikan batin kita...
Baiklah, silakan berhenti...
Cobalah sekarang periksa batin Anda:
Sebelum dan sesudah sadar, bagaimana perbedaan batin Anda?...
Batin lebih tenang, lebih damai...
dan bila Anda berlatih seperti ini sepanjang waktu...
sepanjang hari...
batin berangsur-angsur menjadi semakin baik.
Meditasi adalah kerja batin...
bukan kerja badan.
Duduk, berjalan adalah posisi badan...
Yang penting adalah batin sadar...
batin tahu.
Jadi Anda bisa berlatih di rumah...
dalam kehidupan sehari-hari...
di rumah Anda bisa berlatih...
ketika berjalan, Anda tahu berjalan..
Anda tahu tengah merasa...
Anda tahu tengah berpikir...
Ini juga meditasi kesadaran...
Anda dapat berlatih dalam posisi badan apa saja...
Itulah yang ingin saya sampaikan kepada Anda.
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
Para bhikkhu yang saya hormati,
Para Pandita, Ibu, Bapak & Saudara,
Bukan tugas saya untuk berbicara dengan topik yang lain...
tetapi saya hanya sekadar menggarisbawahi hal-hal yang penting…
tidak hanya penting...
tetapi mungkin hal-hal yang baru…
bagi Ibu, Bapak & kita semua.
YM Sayadaw U Tejaniya mengatakan,
orang bermeditasi atau tidak bermeditasi...
bahkan mungkin bukan umat Buddha...
tidak ada yang ingin menderita...
tidak ada yang ingin hidupnya dukkha.
Semua orang ingin bahagia...
Bermacam-macam cara kebahagiaan itu dicari...
Tetapi, toh, merasa tidak bahagia...
Karena sebenarnya yang dicarinya bukan bahagia…
tetapi 'bahagia-bahagiaan', bahagia yang semu...
sehingga kemudian timbul kemarahan, kejengkelan, kebencian, dsb.
Salah satu yang membuat kita tidak bahagia itu…
pikiran tidak bisa melihat kejengkelan, kemarahan,
kekhawatiran, kebencian dsb...
tetapi mengikuti pikiran itu, mengikuti kejengkelan, kemarahan, kegelisahan & bermacam-macam keinginan...
Kalau itu diikuti, pasti tidak ada kebahagiaan...
Bukan mengetahui pikiran sebagaimana adanya…
tetapi terseret…
digulung-gulung oleh pikiran yang muncul bermacam-macam...
Dan menganggap mengikuti pikiran itu membuat kita bahagia...
justru sebaliknya, membuat menderita.
Oleh karena itulah tadi beliau menjelaskan tentang meditasi
sebagai jalan untuk hidup bahagia...
untuk bebas dari penderitaan.
Tetapi, Ibu, Bapak, Saudara,
ada hal yang ingin saya berikan catatan lebih lanjut...
supaya Ibu, Bapak & Saudara mempunyai pandangan yang lengkap.
Selama ini secara tidak langsung kita sering terpaku bahwa meditasi itu harus ada objek...
Kalau bukan nafas di hidung...
naik-turunnya dinding perut...
atau memperhatikan langkah kaki.
Semua itu adalah jasmani...
dan kalau Anda tekun memperhatikan nafas di hidung...
atau naik-turunnya dinding perut...
atau langkah kaki...
Anda merasa tenang...
merasa tenteram.
Dan Anda menganggap,
Ibu, Bapak, Saudara menganggap...
"Latihan meditasiku mulai baik...
Inilah meditasi itu."
Beliau tadi menjelaskan, pengertian seperti itu sesungguhnya tidak lengkap...
karena yang harus diperhatikan adalah body & mind...
tidak hanya jasmani saja...
bukan terpaku, bukan terpukau pada nafas, pada naik-turunnya dinding perut, pada langkah kaki saja...
meskipun itu juga menjadi objek untuk diawasi, disadari.
Ada hal yang lebih penting yang kita abaikan,
yaitu memperhatikan pikiran kita...
termasuk perasaan kita...
Kita jarang menyentuh itu...
kita melupakan itu...
kita bahkan tidak pernah memperhatikan itu...
karena kita terpaku bahwa meditasi itu memperhatikan nafas...
di hidung atau di perut...
memperhatikan langkah kaki.
Dan itu mendatangkan keheningan,
ketenteraman, ketenangan yang luar biasa...
Apalagi kalau itu dilakukan di vihara,
1 minggu, 10 hari, luar biasa...
Selesai itu, selesai 10 hari di vihara...
selesai kita duduk...
selesai kita memperhatikan cankamana [meditasi jalan]...
memperhatikan kaki...
ya sudah, kita hanyut lagi dibawa oleh kemarahan, kebencian, senang, susah, kecewa, jengkel...
dengan tidak pernah memperhatikan...
karena, sekali lagi, dalam pikiran kita terpateri bahwa meditasi itu harus ada objek tertentu...
kalau bukan nafas di hidung... nafas di perut... langkah kaki.
Hal yang sesungguhnya amat penting…
lebih penting daripada jasmani...
yaitu gejolak pikiran kita...
tidak pernah kita sadari...
tidak pernah kita perhatikan...
termasuk perasaan.
Beliau mengatakan, body & mind...
Itu harus disadari...
bukan hanya body saja...
Oleh karena itulah tadi beliau mengajak kita sebentar untuk diam.
Yang lain mungkin agak bingung…
"Apa ini yang harus disadari?"
Beliau mengatakan, sadari apa saja…
muka kita rileks...
bahu kita tidak tegang, rileks...
duduk dengan enak...
kalau Anda merasa kaki Anda menyentuh tempat duduk, sadari itu...
kalau Anda merasa ada angin semilir, sadari itu...
kalau Anda merasa agak 'sumuk', sadari itu…
kalau Anda suatu ketika ingin menyadari nafas, sadari itu, tetapi tidak terpaku pada nafas saja...
kalau suatu ketika Anda menyadari naik-turunnya dinding perut, sadari itu...
kalau suatu ketika timbul pikiran, "Biasanya aku bermeditasi ada objeknya…
ini objeknya apa? Bingung aku"...
bingung itu juga harus disadari...
"O, pikiran bingung itu seperti ini"...
lalu kemudian Anda lega,
"O, ya, ya, ini bingung muncul, aku bisa menyadari"...
timbul pikiran lega...
lega itu pun harus disadari.
Beliau tadi mengatakan, apa yang timbul dalam pikiran Anda…
yang buruk, yang jelek, kebencian, kemarahan, senang, tidak
senang, itu tidak penting...
tidak penting...
itu timbul alami...
bukan tanggung jawab Anda.
Yang penting adalah Anda sadar atau tidak.
Kalau Anda sadar, Anda bermeditasi…
maka pikiran itu akan rileks...
akan purified [menjadi murni]...
akan terbebas.
Kalau timbul pikiran yang macam-macam…
kebencian, kebosanan, jangan marah…
karena itu bukan tanggung jawab Anda…
ia timbul semaunya.
Objek itu tidak penting…
Anda tidak usah menyesali…
tidak usah marah dengan gejolak pikiran, perasan yang timbul…
tapi Anda menyadari itu atau tidak?
Itu tugas Anda.
Bukan mengatur, beliau mengatakan…
bukan mengontrol…
"Aku mau pikiran begini; aku mau tenang…
aku mau puas; aku mau hening."...
Bukan tugas Anda untuk mengontrol objek…
mengontrol pikiran…
tapi tugas Anda untuk mengawasi…
menyadari.
Bahkan kalau Anda bisa tahu,
"Aku sadar atau sedang tidak sadar terhadap objek"...
itu pun meditasi.
Tahu saat Anda tidak sadar, tidak menyadari objek…
atau Anda menyadari objek…
tahu tentang kesadaran yang sedang mengetahui…
Ada kesadaran yang mengetahui objek…
Anda tahu itu...
Itu adalah tugas Anda.
Ibu, Bapak & Saudara,
Beliau beberapa kali menyinggung pengertian benar, wisdom...
kusala, kebaikan...
kebijaksanaan, pengertian benar...
Itu bukan berarti Anda memikir-mikir,
"Iya, ya, yang benar ini yang bagaimana?...
O, mengerti karma itu benar...
o, begini ini salah, begitu itu salah."…
Tidak!...
Di dalam meditasi, kalau Anda mengawasi…
menyadari apa yang muncul...
baik di jasmani: dingin, panas, rileks, tegang, nafas...
atau perasaan, pikiran, kegelisahan, kemarahan, kekhawatiran dsb...
itulah pengertian benar...
Menyadari dengan tidak mengontrol...
menyadari dengan tidak campur tangan...
melihat objek sebagai objek.
Jadi jangan Anda berpikir bahwa pengertian benar itu harus hafal buku...
pengertian benar itu harus mengingat-ingat rumus...
"apa yang benar, apa yang tidak benar,…
apa yang baik, apa yang tidak baik."
Kalau Anda melihat objek dengan wajar...
dengan alami…
tidak mengontrol...
tidak mengembangkan...
itulah pengertian benar.
Tadi beliau mengatakan, itulah kusala...
itulah meditasi.
Dan, beliau menyampaikan, Anda bisa melakukan di rumah...
di segala tempat...
di mana pun...
menyadari pikiran yang muncul...
menyadari perasaan yang muncul...
Tidak hanya waktu Anda duduk 5 menit, 3 menit tadi...
tidak hanya waktu Anda ada di vihara...
Dan yang disadari, sekali lagi, tidak hanya nafas, perut, langkah kaki…
tetapi yang lebih penting dari body...
adalah mind...
keinginan, kemarahan, kekecewaan, irihati, keakuan, kesombongan...
merasa lebih, merasa kurang...
sudah tua, masih muda...
dan macam-macam...
Sadari itu, awasi itu.
Dan kalau itu muncul lebih macam-macam,
jangan khawatir, jangan marah...
itu bukan tanggung jawab Anda.
Tanggung jawab Anda, Anda menyadari…
atau tidak menyadari...
Dalam bahasa Jawa dikatakan, Anda menyadari atau 'ndlenger'...
Kalau Anda 'ndlenger', maka Anda akan terseret...
terseret oleh pikiran yang timbul...
timbul ingatan yang tidak baik...
timbul kemarahan, timbul kebencian...
Anda meladeni, Anda memberikan respons..
Anda terseret...
Anda tidak akan bahagia.
Tetapi kalau Anda hanya menyadari,
tidak menanggapi...
tidak mengontrol...
maka pikiran Anda akan menjadi peaceful…
Anda akan menjadi damai...
Anda akan menjadi tenang.
Nah, inilah rasanya garis besar yang beliau sampaikan...
yang membuka cakrawala kita lebih luas tentang meditasi.
Beliau mengatakan, tidak ada objek yang lebih baik...
semua objek sama...
dan itu harus disadari...
dan Anda bisa menyadari apa pun yang Anda ingin sadari.
Jangan konsentrasi terlalu kuat...
Kalau konsentrasi terlalu kuat, Anda menganggap objek itu lebih penting daripada yang lain...
Semua objek tidak ada yang lebih baik...
tidak ada yang kurang baik...
tidak ada yang sederhana...
tidak ada yang lebih penting.
Sadari...
dan objek itu adalah body & mind...
Di dalam vipassana, semua yang muncul pada pikiran, perasaan kita, gerak-gerik jasmani kita…
menjadi objek…
semuanya menjadi objek.
Tidak harus memilih, "Saya suka ini; saya cocok objek ini, saya cocok objek itu."…
Kita semua punya pikiran, punya nafsu…
ada kebencian, ada kemarahan…
kita semua punya jasmani…
semua itu menjadi objek vipassana.
Lakukanlah vipassana itu, setiap hari…
di mana pun.
Terima kasih.
TANYA JAWAB
PENANYA:
Yang mulia para bhiksu yang saya hormati,
pada kesempatan ini juga perkenankan kami menyapa Bapak, Ibu sekalian, dengan tidak mengurangi hormat saya sedikit pun, dengan sebutan 'Saudaraku yang penuh kemuliaan', karena sesungguhnya di dalam ragamu, bersemayamlah Yang Mahamulia.
Tadi saya betul-betul menghayati apa yang dikatakan oleh Bhante yang mulia, dan juga bhiksu yang sangat kami hormati, masalah meditasi…
Di sana disebutkan dua hal yang pokok, yaitu masalah batin & objek. Objek yang dimaksud ada 6; itu mencakup
pancaindera & indera keenam, indera batin.
Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan apa yang mengalir dalam jiwa saya, setelah masuk di vihara. Yang saya rasakan bahwa salah satu objek yang tertua dari kitab-kitab suci adalah 'kata'.
Bolehkah saya memperkenalkan, mengumandangkan 'meditasi kata'; karena 'kata' kalau menurut kitab suci adalah objek atau simbol tertua.
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
Kalau ingin saya menawar sedikit, bagaimana ya?...
Supaya waktunya bisa dibagi-bagi, to the point saja apa yang ingin Saudara tanyakan.
PENANYA:
Yang saya tanyakan ialah bolehkah saya mengambil objek kata untuk bermeditasi?
Terima kasih.
SAYADAW U TEJANIYA:
Kata-kata sebagai objek adalah konsep…
konsep sebagai objek...
Anda bisa menggunakan konsep sebagai objek untuk menenangkan batin...
tapi tidak menghasilkan pemahaman...
Kita tidak bisa memahami realitas, oleh karena ini adalah konsep...
konsep sebagai objek.
Jika Anda ingin menggunakannya untuk menenangkan batin, boleh-boleh saja...
Tapi untuk pemahaman, tidak tepat.
PENANYA:
Terima kasih, Bhante. Satu hal lagi, bahasa jiwa saya melihat vihara, kalau saya meditasikan, itu mempunyai arti, bisikan jiwa saya mengatakan, tempat untuk menyeimbangkan hawa nafsu & jiwa nafsu. Itulah 'vihara' menurut bisikan jiwa saya…
Kalau salah, maafkan saya; tapi saya meyakini, bahwa keseimbangan antara hawa nafsu & jiwa nafsu, material &
spiritual, adalah dasar damai.
Suksma, terima kasih...
PENANYA:
Sayadaw, mohon dijelaskan lebih rinci pernyataan "kesadaran saja tidak cukup".
SAYADAW U TEJANIYA:
Di dalam meditasi vipassana, kita perlu memahami, bukan?...
Pemahaman perlu muncul…
Jadi kita harus melatih kearifan…
bukan hanya kesadaran…
itu tidak cukup.
Ada 'sati-sampajana' ...
sadar, tapi tidak sadar secara membuta...
kita perlu sadar secara cerdas...
jadi kita perlu menggunakan kearifan bersama dengan kesadaran...
Itulah sebabnya pemahaman yang lebih dalam dapat muncul...
Itulah sebabnya kesadaran saja tidak cukup.
Sesungguhnya, dalam meditasi yang disebut kesadaran sesungguhnya terdiri dari 5 kualitas batin yang bekerja bersama...
kesadaran, konsentrasi, usaha, keyakinan dan kearifan...
kelima kualitas ini harus bekerja sama secara seimbang...
Bukan hanya terpaku pada kesadaran saja.
Nah, orang bermeditasi sering menggunakan banyak usaha...
mereka tidak tahu bagaimana menggunakan kearifan...
Bila Anda berlatih 'samatha', usaha ini boleh-boleh saja...
Tetapi bila Anda berlatih vipassana…
meditasi pencerahan…
usaha saja tidak cukup...
Anda membutuhkan lebih banyak kearifan…
itulah sebabnya saya menjelaskan ini.
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
Beliau menjelaskan, di dalam meditasi 'samatha', memang viriya, memfokus, konsentrasi, menyatu pada objek, itu
perlu sekali…
Tetapi di dalam meditasi vipassana berbeda...
di dalam vipassana, viriya harus seimbang dengan panna, kearifan, kebijaksanaan.
Bukan berarti—ini yang sering salah tangkap di masyarakat Indonesisa—kalau panna atau wisdom itu harus muncul,
harus seimbang, lalu Anda mengingat-ingat teori…
Tidak!...
"Khotbah bhante itu bagaimana, khotbah bhante ini bagaimana... catatan ini bagaimana... sutta itu bagaimana.
Kalau itu diingat-ingat, berarti kebijaksanaan atau panna ikut muncul, tidak hanya semangat saja."
Bukan itu... panna di sini bukan itu!
Panna di dalam vipassana adalah
jangan ikut campur dengan batin yang muncul...
jangan mengontrol...
Jangan melekat…
kalau yang muncul itu mengenakkan, menyenangkan, menggiurkan...
Juga jangan menolak...
kalau yang muncul dalam pikiran, dalam ingatan itu yang kotor, yang jelek, yang membuat kita tidak senang...
Jangan menolak...
jangan melekat...
Tugas kita menyadari...
Kalau Anda tidak menolak, tidak melekat…
kemudian Anda menyadari...
di situ ada wisdom...
Bukan berarti kalau yang muncul itu menyenangkan, lalu
"Oh, ini saya harus pegang"...
dengan viriya...
kemudian dikembangkan...
diperhatikan sungguh-sungguh...
di situ tidak ada wisdom…
dan Anda melekat ke situ...
meskipun yang dilekati itu baik...
konsep yang baik, yang mulia.
Di dalam vipassana, itu jangan dilekati…
"O, sekadar tahu"...
Yang muncul tidak menyenangkan, yang buruk,
"O, sekadar tahu"...
Itulah yang beliau sebut panna, wisdom.
Bukan kemudian lalu dicocok-cocokkan dengan catatan, dicocokkan dengan waktu saya dulu kursus dulu: "Bagaimana ya, termasuk yang mana ya"...
Bukan itu wisdom...
Itu nanti teori... pikiran jalan...
putar-putar...
Apalagi kalau ingatannya itu agak lupa...
"Aduh, gimana, lupa ini..."
Nah, itu timbul nanti kemarahan pada dirinya sendiri...
penyesalan pada dirinya sendiri...
Berbeda, berbeda, sangat berbeda dengan vipassana...
wisdom di dalam vipassana itu memperhatikan saja...
tidak melekat, tidak menolak...
semua objek yang muncul...
dengan kesadaran.
Jadi tadi beliau mengatakan,
kesadaran saja memang tidak cukup…
karena kalau hanya kesadaran saja...
"Pokoknya saya menyadari nafas saya saja... ini kan sudah ada kesadaran, sudah cukup"...
Tidak cukup!
Beliau mengatakan, kita tidak hanya fisik, kita juga punya mind...
Mengapa Anda tidak menyadari mind Anda…
perasaan Anda yang muncul...
gejolak pikiran yang muncul.
Kalau Anda menyadari itu semua…
ada wisdom di sana.
Beliau juga mengatakan, pada akhir khotbah beliau,
rileks tetapi tahu objek.
Bukan tahu objek dengan viriya yang kuat,
tetapi juga tidak rileks saja...
Kalau Anda rileks saja, nanti tidur...
Rileks dengan tidak tahu objek...
rileks tapi tahu objek.
Saya pernah menggunakan satu ungkapan,
mungkin pernah ditranskrip oleh Dr. Hudoyo...
di Jawa ada istilah 'sersan'...
meditasi itu 'sersan'...
kata kunci meditasi vipassana itu 'sersan'...
bukan 'sersan' pangkat tentara...
'sersan': 'serius' tapi 'santai'...
Kalau Anda serius... pada nafas saja…
atau satu objek...
dengan viriya, dengan semangat yang kuat...
tidak menjadi vipassana...
Anda mengabaikan objek yang lain...
tidak ada wisdom di situ...
viriya-nya kuat sekali...
Oleh karena itu, harus 'santai'...
dengan santai Anda akan sadar, aware dengan objek-objek yang lain...
rasa senang, rasa menyesal, rasa bosan, rasa jenuh dsb...
pikiran yang baik, pikiran yang buruk...
pikiran yang jorok, pikiran yang mulia...
santai...
dalam bahasa daerah, tidak 'methentheng'...
Tapi kalau terlalu santai...
tidak ada sati...
bobok...
Karena itu dikatakan 'sersan'...
'serius'... tapi tidak 'methentheng'...
rileks...
rileks, tapi ada sati...
'serius' itu sati...
'santai' itu viriya tanpa fokus pada satu objek...
Jadi yang dimaksud dengan 'sampajana',
yang dimaksud dengan panna di dalam vipassana itu begitu...
Semua harus diperhatikan, semua menjadi objek...
bukan teori intelektual...
Karena agak sulit, karena kata-kata 'bijaksana', 'pengertian benar' itu langsung kita akan berpikir,
"O, berapa banyak buku yang pernah saya baca"...
"Pengertian benar saya sudah lengkap? masih sedikit-sedikit?"...
"Saya jadi umat Buddha baru berapa bulan, jadi pengertian benar belum banyak, panna belum..."
Bukan… bukan… bukan itu!
Dalam meditasi, yang disebut panna atau 'sampajana' itu:
semua disadari tanpa ditolak, tanpa dilekati...
Kalau Anda melekat, tidak ada panna...
Kalau Anda menolak, "Aku tidak mau ini", "Ingatan ini membuat aku tidak enak", "AKu sudah tidak mau mengingat-ingat ini, kenapa muncul lagi", "O ini pikiran jahat, aku tidak mau"...
tidak ada panna di situ.
Tetapi kalau Anda melekat pada memori yang menyenangkan…
juga tidak ada panna di situ.
Melekat pada satu objek…
juga tidak ada panna di situ.
Karena itu, vipassana adalah seimbang
antara sati, perhatian, semangat, panna...
melihat semua, menyadari semua...
dengan netral...
samadhi... dan saddha.
Jadi ini hanya sekadar persoalan bahasa, karena 'pengertian benar', 'kebijaksanaan' itu amat berbeda...
kalau itu dimasukkan dalam meditasi, jangan sampai meditasinya jadi mikir-mikir…
karena pengertian 'panna', 'sampajana', di dalam meditasi berbeda dengan 'kebijaksanaan', 'pengertian benar' di
dalam bahasa Indonesia.
Terima kasih.
SAYADAW U TEJANIYA:
Jika Anda hanya menggunakan kesadaran…
tanpa kebijaksanaan…
batin menjadi tenang & damai...
lalu Anda tidak tahu akan berbuat apa...
dan batin menjadi mengantuk...
Bagaimana menggunakan kebijaksanaan atau minat?
Kita perlu berpikir tentang latihan ini sebagai alamiah...
kesadaran & berpikir berjalan bersama-sama...
sehingga batin tidak mengantuk...
batin menjadi lebih berminat ...
apa ini...
mengapa ini terjadi...
bagaimana melakukan dengan lebih baik...
Oleh karena berpikir ini, batin menjadi lebih berminat...
kebijaksanaan bekerja…
sehingga tidak mengantuk...
dan belajar banyak ...
menyelidiki...
PENANYA:
Saya bertanya, Bhante:
1. misalkan muncul satu-dua objek, pikiran, apakah setiap pikiran itu saya nilai atau tidak?
2. Apa yang kita tuju, setelah tidak menilai?
3. Kenapa saya perlu punya minat, kalau saya tidak mau melekat pada objek tsb?
SAYADAW U TEJANIYA:
Itulah sebabnya saya mengatakan pandangan benar terhadap pengalaman...
kita memahami yang alamiah adalah alamiah... bukan?
Oleh karena pandangan benar, pikiran benar, maka tidak perlu menilai...
Menilai berarti Anda punya ide tentang baik & buruk...
Jika Anda berpikir tentang yang baik…
muncullah kelekatan...
Jika Anda berpikir tentang yang buruk…
muncullah penolakan, amarah...
Jadi, jika tidak ada pandangan benar…
muncullah suka dan tidak-suka..
Dengan demikian batin tidak bisa berlatih dengan benar...
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
Beliau mengatakan, kebiasaan kita selalu menilai barang yang muncul, ingatan yang muncul...
bagus... jelek... enak... tidak enak...
mulia... kotor... baik... buruk...
semua kita nilai...
Itu bukan right view...
Itu bukan pengertian benar...
Mengapa? ... Karena kalau Anda mengatakan,
baik... enak... mulia...
o, kemelekatan tambah besar...
keserakahan tambah besar...
Kalau Anda menilai, buruk... jelek...
tidak enak... jorok...
o, kebencian muncul lebih besar...
"Aku tidak mau... aku ingin menolak, menjauhi itu..."
Maka menurut beliau, right view itu adalah lihat saja…
tidak usah menilai...
melihatnya tentu bukan dengan mata...
tapi dengan kesadaran.
Kalau Anda melihat dengan kesadaran…
tidak menilai...
tidak menilai itu wisdom...
Kalau Anda suka menilai…
di sana tidak ada wisdom...
karena Anda akan menilai menurut kelekatan Anda.
Kalau Anda suka sama teh... enak...
kalau Anda tidak suka teh... apa itu, tidak enak...
Penilaian itu tergantung pada kelekatan,
pada kotoran batin, pada nafsu kita…
Karena itu, jangan menilai...
Lihat saja dengan sati, dengan kesadaran...
maka pikiran tidak mendapat beban.
Beliau mengatakan, rileks, tenang...
dan itulah the real happiness...
kebahagiaan yang sesungguhnya…
bukan kebahagia-bahagiaan semu.
Karena menilai, menilai, menilai itu tidak ada habisnya...
Kalau yang baik, menyenangkan…
menimbulkan kelekatan, keserakahan lebih besar...
yang tidak menyenangkan, tidak kita sukai…
menimbulkan penolakan, kebencian lebih besar...
Right view, menyadari...
Nah, kalau Anda tidak menilai...
Anda tidak membuat labeling...
Itulah pengertian yang benar.
Terima kasih.
SAYADAW U TEJANIYA:
Jadi, bagaimana pendapat Anda:
bila ada suara yang keras atau suara yang lembut?
Bagaimana pendapat Anda?
Mana yang baik & mana yang buruk?
Banyak orang berpendapat suara yang lembut itu baik…
suara yang keras tidak baik.
Jika Anda berpendapat itu baik…
Anda menyukainya,
Jika Anda berpendapat itu tidak baik…
Anda tidak menyukainya.
Itulah sebabnya saya katakan,
pandangan benar adalah berpikir seperti apa adanya…
Itu suara… itu suara…
Itu saja.
Kita tidak terlalu banyak memikir-mikir tentang peristiwa ini…
Jika suara lembut, ya suara lembut…
bukan baik, bukan buruk.
Suara lembut, suara bising, kita bisa tahu sebagai objek.
Objek adalah objek...
bukan baik, bukan buruk...
Ada orang bilang, ketenangan itu baik…
Saya bertanya kepada banyak orang..
beberapa orang bilang, mereka takut;
beberapa orang bilang, mereka bosan.
Suara lembut adalah suara lembut…
tapi penilaian Anda berbeda.
Jika Anda berpikir ini menakutkan…
Anda takut.
Jika Anda berpikir ini bagus…
Anda melekat.
Ini tergantung pada penilaian Anda.
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
Kalau Anda senang suara lembut...
Anda mendengar suara keras...
Anda menjadi tidak senang...
"Tidak sopan itu... disturbing... mengganggu..."
timbul kebencian, timbul penolakan…
karena Anda senang suara lembut.
Nanti kalau Anda bermeditasi,
ada suara yang keras-keras... Anda marah...
"Tidak tahu ini lagi meditasi... suaranya kayak betet..."
Jadi waktu Anda bermeditasi, kebencian yang muncul.
"Kan sudah diberi tulisan, 'Harap tenang, ada meditasi'...
Orang ini tidak bisa membaca… tidak punya aturan ..."
Timbul kebencian dalam pikiran.
Karena itu beliau mengatakan, jangan menilai...
Suara ya suara...
Omongan ya suara...
Keras atau lembut ya suara...
Kalau Anda tidak biasa menilai…
Anda tidak terpancing oleh kemarahan, kebencian, kelekatan, kesukaan...
Batuk ya batuk...
Kalau Anda mendengar saya batuk, jangan kasih nilai apa-apa...
"Batuk Pannyavaro... mengganggu... bicara bagus-bagus, serius-serius, pakai batuk-batuk..."
tidak senang...
Kalau Anda menilai, timbul kemarahan, kebencian, penolakan...
Anda tidak tenang, Anda tidak bahagia.
Batuk ya suara...
Suara keras ya suara...
Suara lembut ya suara...
Biasa saja...
Itu right view...
Karena penilaian itu berdasarkan suka tidak-suka...
kebiasaan yang Anda punyai...
dan itu sumber penderitaan.
Jadi kalau Anda duduk bermeditasi,
Anda tidak usah mengharapkan:
"Sedang meditasi... Papa-Mama sedang bermeditasi...
Anak-anak harus tahu... harus tenang... tidak boleh teriak-
teriak... jalan harus pelan-pelan... menelan air harus tidak berbunyi..."
karena kalau itu semua muncul…
Anda marah...
karena Anda ingin tenang, ingin tenteram.
Apakah Anda bermeditasi ingin cari tenang atau tenteram?
Kalau Anda bermeditasi ingin cari tenang tenteram hening tenang tenteram hening...
itu keinginan juga...
Kalau nanti Anda terganggu, Anda marah...
Ada anak menangis... ada benda jatuh... "krompyang"...
"O ya, suara..."
jangan diberi nilai...
jangan diberi label...
supaya tidak memancing keserakahan
atau kebencian...
dan Anda akan terbebas.
Kalau selama ini Anda tidak pernah berpikir begitu…
tapi hanya cari tenang...
cari tenteram ...
yah nanti akan timbul kemarahan lebih besar...
Anda terganggu sedikit, Anda marah...
Meditasi bukan tambah sabar...
tambah tenang...
tambah siap menerima keadaan...
tapi mudah marah... mudah tersinggung...
karena ketenangan ketenteraman yang
diinginkan terganggu...
Kami pernah ke Buddha Gaya...
banyak orang... lalu lalang...
di antara bhante kami ada yang bermeditasi…
ada umat yang bermeditasi...
Waktu makan pagi, ada yang mengatakan,
"Pagi ini mengapa saya tidak bisa tenang ya...
padahal di Buddha Gaya, tempat Buddha Gotama mencapai pencerahan...
ribut... orang-orang jalan, "srag-sreg-srag-sreg"...
tidak mengerti kita-kita ini bermeditasi"...
Lha, apa yang timbul?...
Kemarahan, kejengkelan...
bahkan kebencian...
"Apa mereka itu bukan umat Buddha?...
Apa mereka itu tidak tahu, kita-kita lagi duduk bermeditasi?...
Apalagi dia pakai sandal... diseret..."
Lha, pikirannya berputar-putar...
penuh dengan kemarahan, ketidaksenangan, kebencian...
Saya bertanya, apa Anda di Buddha Gaya bermeditasi mencari ketenangan?...
Ya, kalau Anda mencari ketenangan di Buddha Gaya, ya tidak dapat tenang…
wong di Buddha Gaya ribut melulu...
kayak pasar...
Meditasi Buddhis bukan menguber, mengejar ketenangan...
sebab kalau ketenangan Anda terganggu, Anda marah nanti...
Sadar saja...
Ada tenang, ada tenteram, suara keras, suara lemah...
ada orang teriak... ada anak menangis...
sadari saja... sadar... sadar...
jangan dinilai...
itu pengertian benar.
Terima kasih.
PENANYA:
Ketika saya menonton film action, ketika penjahatnya dikejar oleh pendekarnya, orang baiknya itu...
lalu muncul ketegangan, Bhante...
misalnya ketika mobilnya hampir jatuh ke jurang... itu tegang... tanpa disadari badan kita ikut tegang...
Ketika menyadari bahwa kita tegang… semua kendor... "Oh, it's just a show.."
Nah, pertanyaan saya, yang mana meditasi:
apakah ketika kita larut dalam ketegangan menonton film action itu...
atau ketika kita menyadari bahwa itu hanya sebuah pertunjukan...
dan mana yang kita jadikan pegangan untuk selanjutnya...
Terima kasih, Bhante.
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
JSebelum Bhante menjawab, kalau saya menjawab mudah saja: Matikan TV-nya.
SAYADAW U TEJANIYA:
Kembalilah kepada diri Anda...
Anda tahu sedang tegang, bukan?...
Itulah meditasi.
Anda tahu badan & batin Anda tegang...
Jadi Anda mengenali diri Anda...
Itulah meditasi.
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
Jawaban yang sangat bagus...
Jadi, kalau Anda tegang menonton film action, bunuh-bunuhan, darah berceceran…
kemudian Anda menjadi tegang...
jangan dilawan dengan konsep,
"Hanya televisi... tidak riil... hanya sinetron... hanya film...
bohong-bohongan..."
itu tidak meditasi...
meskipun bisa menurunkan ketegangan kita...
Bhante mengatakan, apa yang Anda respon waktu itu...
itu disadari...
Jadi, don't care about your television...
tapi reaksi Anda itu disadari...
Nah, itu meditasi...
Itu jawaban guru meditasi...
jawaban Pannyavaro, "Bunuh televisi Anda, selesai."
JMy answer, "Switch off your television."
Meditasi selalu kemari... [menunjuk dada]
menyadari kemari...
tidak merespon ke sana... [menunjuk ke luar]
menyadari kemari...
PENANYA:
Terima kasih atas kesempatannya...
Pada saat bermeditasi, pada saat pikiran hening, timbul ketakutan...
macam-macam ketakutan... takut mati... takut setan...
yang jelas timbul ketakutan...
Apa yang harus dilakukan?
SAYADAW U TEJANIYA:
Oleh karena Anda berpikir pengalaman ini menakutkan… itulah sebabnya Anda takut.
Jika Anda tidak mengenali kegiatan batin, pikiran menciptakan konsep...
maka amati perasaan Anda…
Itu cukup.
Jangan hiraukan konsep ini…
Jika ada objek yang mengguncangkan batin Anda…
jangan hiraukan objek itu…
Anda belum siap untuk itu.
Kembalilah kepada perasaan Anda…
Perasaan tidak perlu ditakuti…
Perasaan adalah perasaan, bukan?
Amatilah itu sebagai objek...
maka takut itu akan reda.
Juga karena imajinasi, batin menciptakan gambaran...
gambaran muncul karena pikiran...
Tetapi Anda yakin bahwa ini nyata...
Itulah sebabnya muncul takut...
Tetapi jika Anda menyadari…
imajinasi hanyalah imajinasi...
pikiran adalah pikiran...
Lepaskan ...
tidak ada takut.
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
Saya ingin memberikan tips penutup...
karena Anda semua tidak tinggal di vihara,
bukan bhikkhu...
hidup bermasyarakat...
bergaul dengan bermacam-macam masyarakat...
bermacam-macam aktivitas...
Tetapi, inti dari ajaran Dhamma itu,
seperti yang tadi beliau katakan...
kemari dulu... [menunjuk dada]
bukan ke sana dulu... [menunjuk ke luar]
Jadi, meskipun televisi itu menyajikan tayangan yang bukan-bukan...
yang macam-macam...
yang tidak enak-tidak enak...
jangan marah dulu...
reaksi Anda bagaimana...
itu disadari dulu... kemari...
Sebagai satu contoh:
kalau Anda mempunyai pembantu…
atau mempunyai anak…
atau pembantu setia…
belasan tahun setia...
suatu hari mencuri.
Sebagai orang yang mengerti meditasi…
sebagai orang yang mengerti Dhamma…
reaksi harus kemari dulu [menunjuk dada]…
Begitu Anda mendengar anak Anda atau pembantu Anda mencuri...
apa yang timbul di dalam...
tidak senang... marah... jengkel... penasaran... tegang...
sadari dulu... sadari... sadari...
dengan menyadari secara netral...
maka itu menjadi rileks...
"Apa anak itu, pembantu itu, tidak perlu dinasehati? Apa dibiarkan dia berbuat begitu? Itu kan buruk..."
Ya... dinasehati... nanti...
tapi respon kemari dulu.. [menunjuk dada]
Kalau Anda tidak merespon kemari...
langsung ke sana... [menunjuk ke luar]
apa yang timbul?...
"Wah, kurang ajar sekali... tidak tahu budi... sudah jadi buruk... setan mana yang masuk ke pikiran dia...
Dia tidak ingat berapa tahun kami rawat… dsb dsb..."
Kemudian Anda memanggil…
kemudian Anda menasehati...
Orang mengatakan, "Pak, Bu, jangan marah"...
"Aku tidak marah!"...
Nasehat itu menjadi alat untuk melampiaskan kemarahan Anda...
karena Anda tidak melihat ke dalam dulu...
Dhamma, meditasi meminta kita melihat ke dalam dulu,
bagaimana reaksi Anda begitu Anda mendengar pembantu Anda, anak Anda mencuri...
tidak senang... jengkel... kebencian... dsb
sebagai objek meditasi...
Anda menemukan objek meditasi...
Sebetulnya tidak usah menemukan saat itu,
tiap saat kita punya objek meditasi banyak...
Begitu disadari... disadari... kemudian menjadi tenang...
baru dinasehati...
nasehat Anda akan keluar dengan cinta kasih...
Cinta kasih tidak usah ingat, "O, metta dulu... baca karaniya-metta-sutta dulu... baru kasih nasehat"...
Tidak!...
Begitu pikiran Anda tenang, tenteram, bersih dari kotoran batin...
yang keluar ini otomatis cinta kasih...
Ingin memperbaiki dia...
bukan ingin melampiaskan kemarahan.
Anda punya pot, harganya 30 juta... dari lelang... barang antik...
kemudian pembantu mengepel... pecah... "prang!"...
Pembantu sudah puluhan tahun ikut Anda...
Apa yang Anda lakukan?...
Kemari dulu... [menunjuk dada]
'Gela' [menyesal]... kecewa...
"Duh... 30 juta pecah..."
Marah...
Sadari... sadari... sadari...
perasaan yang timbul... pikiran-pikiran...
Mungkin waktu itu mukanya berkerut-kerut...
"Ah, muka menjadi begini..."
Kalau ini sudah disadari kemari dulu...
baru pembantu dipanggil...
"Lain waktu hati-hati... Itu harganya mahal...
Gaji kamu sampai kamu meninggal, lahir
kembali, tidak bisa untuk menukar itu..."
Tetapi kalau ke sana dulu...
[menunjuk ke luar]...
"Tidak tahu mata di mana! Keluar sekarang!..."
Dan sumpah serapah...
Karena mendidih di dalam...
ada yang mendidih... tidak padam...
Dan untuk memadamkan itu... tidak dibacai mantra... dibacai paritta... tidak ditempeli jimat-jimat di sini...
tetapi dengan sati...
dengan wisdom...
dengan sampajana...
menyadari dengan tidak menilai...
"O, perasaan begini...
pikiran adalah pikiran...
perasaan adalah perasaan."...
akan damai... damai...
Tidak usah ingat metta-karuna...
otomatis nanti kalau Anda mengundang pembantu Anda, Anda nasehati untuk berhati-hati... jangan sembrono...
otomatis yang keluar suara yang damai...
Bukan pelampiasan kemarahan, kebencian,
"Lahir lagi, lahir lagi 7 kali, saya gaji terus, ndak bisa beli itu"...
kemarahan... kemarahan...
Itulah cara Dhamma: melihat ke dalam dulu!
Tidak melihat keluar dulu!
Apa pun yang di luar yang terjadi...
perlu diperbaiki atau tidak...
lihat ke dalam dulu...
karena kalau Anda melihat ke dalam...
Anda akan damai...
Anda tidak dalam ketegangan...
Kalau Anda punya kemampuan memperbaiki dia...
yang keluar betul-betul ketulusan hati...
kasih sayang...
bukan kebencian...
Ya, ini tips karena Anda hidup di masyarakat...
Jangan lupa: kemari dulu... kemari dulu... kemari dulu...
Jangan membiasakan memberikan respons dulu...
Spontan biasanya respons kita...
"prempeng... prempeng... prempeng..."
begitu kan?
Televisi juga: "Ah, ini program-program televisi sekarang tidak mendidik... Apa ini!"
kemarahan... kemarahan... protes...
kemari dulu... kemari dulu... kemari dulu [menunjuk dada]
Kalau Anda sudah kemari... ke dalam...
ya barulah Anda kalau ingin memperbaiki...
silakan...
Tetapi kalau Anda tidak ke dalam dahulu,
yang keluar tidak akan bijak...
tidak akan tepat sasaran.
Terima kasih.