Berlibur ke rumah nenek



Mari bersandar di sini lagi bersamaku kawan
mari kita bersulang meneguk secangkir getir
merayakan harapan yang telah pecah menjadi airmata
mencoba kembali tuk menegarkan senyuman
melabuhkan seluruh kecewa yang terus membadai
melautkan air mata pada sudut paling sepi
menikmati setiap lekuk kepedihan yang tak bisa beranjak
menyetubuhi sekujur ingatanku

Entah.. aku masih saja berontak saat dipaksa berdamai dengan takdir
mengikhlaskan setiap kenyataan yang sesunguhnya begitu menyakitkan
"bagaimanapun rasa sakit akan tetap membuat hati berubah meski
luka itu telah mengering"

mencoba menyederhanakan perih
membesarkan hati
menebar riuh tawa,beradu riang
dan menganggap semua baik baik saja
namun sesungguhnya jiwaku terlalu gusar sekedar menatap malam yang temaram

santai saja buddy,take it easy,you,re the man!
tetap semangat dan nikmati.ini emg bukan yg terbaik untukmu.
yakinlah tuhan telah mempersiapkan rencana yang jauh lebih indah
begitulah kata hati ini terus menghiburku.

tuhan,aku yang selalu setia duduk bersimpuh di hadapanMu
melangitkan doa doa di tingginya asa
di tiap sepi,di isak tangisku,di penghujung malam yg sunyi
lantas kenapa harus serumit ini?
ibarat aku hanya meminta selembar daun diantara ribuan yang terjatuh
aku hanya meminta setetes air diantara jutaan deras hujan.
apakah mesti kupecahkan sepi agar Engkau mengerti
sementara Engkau maha tahu tiap apa apa yang kusembunyikan
aku hanya ingin menyempurnakan malammalamku
lelap tertidur dalam hangat pelukMu
lelah ku terbelenggu dosa
dan Engkaulah cinta yang menyelamatkan hidupku




Baca Selengkapnya ... »»  

Cinta Seperti Menunggu Bus


mbak..mbak.. kalo duduk jangan ditengah jalan gitu,ganggu orang yang lagi lewat



Saya pernah membaca jika cinta itu seperti menunggu bus.ketika bus pertama datang kita tak jadi menaikinya karena telah penuh dan terlalu sesak .Bus kedua datang dan kita kita pun tak jadi menaikinya karena bus itu sudah tua dan berkarat tentu tidak nyaman menaikinya meski ada bangku yg kosong.
terpaksa kita menunggu lagi meski sadar waktu kita tinggal sedikit  untuk sampai ke tujuan.
hari demi hari, tahun demi tahun,begitu seterusnya.kita terus berusaha mencari dan menunggu.
dan kita tak pernah tahu sampai kapan harus menunggu.
hingga ketakutan itu muncul,apakah aku akan berjalan kaki sendirian untuk mencapai tujuan hidupku ini?
tanpa seseorang yang menemani sisa hidupku .tanpa seseoarnag yg bisa diajak berbagi dan saling menyempurnakan hidup ini.memiliki sebuah keluarga,memiliki anak,membesarkan mereka dan melihatnya tumbuh dewasa.sungguh sebuah mimpi yang sebenarnya sangat sederhana dan bukan perkara sulit untuk tuhan wujudkan.
Setidaknya akan ada orang yang menangis dan berdoa disamping kita saat kita mati nanti.entah itu anak anak kita,cucu kita,atau bahkan istri kita.jodoh memang rahasia tuhan yang tidak bisa kita usik dan tuhan pun bekerja dengan cara cara yang misterius yang kadang sulit kita terima.
kita tak pernah tahu siapa yang telah tuhan pilihkan untuk kita.Mungkin saja “bus” itu pernah lewat dan menghampiri kita namun kita tak pernah menyadari atau mungkin kita tidak menghiraukannya.

“ini adalah contoh “busnya”.Foto diperankan oleh model,kalo saya jelas tidak sekeren itu" Hug
Mungkin saja bus yg lewat tadi tidak seperti pengharapan kita,tidak mewah dan ber AC seperti yang kita bayangkan.Tapi mungkin dialah yang bisa mengantarkanmu ke tempat tujuan hidupmu,menemani sisa hidupmu meski dengan keadaannya  yang kumuh dan sederhana.Tidak bisa memberimu banyak materi serta kemewahan,namun cukup yakin bahwa hatinya adalah untukmu..selamanya.
dialah orang yang bisa membahagiakanmu,menyempurnakan hidupmu,Bus yang telah tuhan pilihkan pilihkan untukmu ,mengantarkanmu sampai tujuan dengan selamat,menemanimu di saat  saat terbaik dalam hidupmu ,menguraikan segala kesedihan saat kamu menangis.mengusap airmatamu dan selalu memiliki alasan untuk membuatmu tersenyum kembali.setia mengabadikan cintanya padamu,Hingga di ujung senja dia tetap setia menemanimu,menggenggam erat jemarimu dengan perasaan yang masih sama seperti saat pertama kalian saling jatuh cinta.Tentu kita sangat berharap bisa secepatnya menemukan bus semacam itu.syukur syuku kalo ber AC 
:iconheartballoonplz:



Saat Ini bukan lagi waktunya untuk menjadi seorarng pemilih.Dan aku  Sama sekali tak punya alasan untuk menjadi seorang pemilih.Aku hanyalah pria using dengan mimpi yang sangat sederhana.Dan tak patut bagi orang lain untuk menghakimi  sementara mereka sama sekali tak tahu yg sebenarnya  terjadi apalagi apa apa yang tersembunyi  di hati kita.Saat waktu mulai senja,sementara kita belum menemukan bus yg searah dengan tujuan kita,
mendapati diri kita benar benar sendirian di sini sementara di kejauhan sayup sayup kita mendengar dan melihat teman teman kita tengah bermain dengan anak anak mereka, dengan tawa mungil dan tingkah mereka yang lucu dan menggemaskan.Merasa adakah yang salah dengan diri kita?ketika semua telah kita perjuangkan.ketika semua telah kita usahakan,namun jawaban itu belum juga datang.mengikhlaskan segala takdir ,selalu berserah diri kepadaNya dan ridho dengan segala ketetapanNya adalah  hal terbaik yang bisa dilakukan seorang hamba.
Dan sungguh aku sama sekali tak ingin berjalan sendirian hingga ujung senja





Lantas adakah pesan moral dari cerita ini.?
Ya. kalo cari jodoh jangan di dalam bus,bisa jadi itu copet atau penjual asongan. Love




:iconedgeybowplz:
Baca Selengkapnya ... »»  

Pahlawan Perang Jadi Pengemis Diolok-olok Pengguna Sosmed


PAHLAWAN YANG DIOLOK-OLOK?



Beberapa waktu lalu, foto ini sempat menjadi bahan olok-olokan di forum sosmed. Saya sebenarnya sangat tidak setuju dengan prilaku konyol itu, siapapun yang ada di foto tersebut, ia tetap orang tua yang layaknya harus kita hormati. Barusan tiba-tiba seorang memberitahu bahwa orang tua yang ada di foto itu sesungguhnya bukan orang sembarangan. Katanya,ia yang bernama Anwar adalah mantan seorang komandan kompi berpangkat Letnan yang pernah menghadapi Jepang, Inggris dan Belanda di Sumatera Selatan. Saat melakukan penyusupan ke Payakumbuh, ia tertangkap Belanda dan mengalami siksaan berat di penjara Padang (dipukuli dan disuruh minum air kencing).

Saya tidak tau saat ini nasibnya bagaimana, tapi pada 2008 lalu koran PosMetro sempat mengangkat nasib sang pejuang tersebut yang saat diwawancara berprofesi sebagai seorang pengemis di Kawasan Simpang Potong, Kota Padang. Rasanya kalau saya punya "amunisi cukup" saya ingin ke Padang dan menemuinya sekarang juga, sekadar untuk menghargai orang yang pernah menjadikan dirinya "bemper" untuk perjuangan negeri saya. Jika ada yang tau nasibnya sekarang, tolong, tolong..kasih tau saya. Terimakasih (hendijo)



Untuk tau siapa ortu ini, silakan lihat link ini ( walaupun saya agak kecewa tulisan yang ada di link tersebut "sangat kurang dan tidak jelas") http://komunitas-cinta-pejuang-indon...gemis-1_6.html

by: Hendi Johari,

TKP buat yang ingin donasi barangkali bisa menemukan dimari: Sumur

Spoiler for dari blogspot yang diarahkan kang hendijo:



Foto Asli



SENIN 28 Juli 2008, Simpang Potong, Kota Padang. Sebentuk tubuh tua ringkih, tampak terduduk lesuh. Tanpa alas di atas trotoar berwarna coklat. Tubuhnya hanya terbungkus kemeja buram. Kepalanya, juga tertutup kopiah hitam yang tampak sudah digerogoti usia. Kopiah itu, seolah setia menutupi rambutnya yang memutih.

Lelaki tua itu bernama Anwar berumur 94. Tanah Kuranji adalah tempat pertama yang menyambut kelahiran Anwar. Wajahnya keriput, dipenuhi bulu-bulu kasar berwarna abu-abu. Dengan gigi yang hanya tinggal dua, mulut Pak tua tampak komat-kamit, menyeringai. Sesekali, tangannya menengadah, pada setiap manusia yang berlalu. Berharap belas kasihan dan secarik uang untuk pengisi perutnya yang mulai minta diisi. Namun semua tampak acuh. Anwar tak putus asa, tangannya semakin dijulurkan.

Anwar tak punya rumah. Hidupnya hanya numpang di rumah warga Koto Baru, orang yang berbaik hati menampung tubuh ringkihnya. Hidup sendirian di hari tua ternyata membuat Anwar harus mengalah pada kerasnya dunia. 10 tahun sudah Anwar jadi pengemis. Hanya menengadahkan tangannya, itulah cara Anwar bertahan hidup. Maklum, usia yang hampir satu abad tak ada yang bisa dikerjakannya. Tulangnya rapuh.

Jangan tanyakan keluarga pada Anwar, sebab, itu hanya akan membuatnya menangis. "Saya tak punya keluarga. Istri saya sudah meninggal tahun 1960. Bersama bayi yang dikandungnya. Mati karena kurangnya gizi" terang Anwar. Air mata bening menjalar di pipi keriputnya.

Tak seperti pengemis lainnya, yang kebanyakan terbelakang dan tak pernah mengenyam pendidikan. Anwar lain. Tiga bahasa asing, Bahasa Jepang, Ingris dan Belanda dikuasainya. Bahkan waktu berdialog dengan POSMETRO sesekali lontaran ucapan berbahasa Belanda pun diucapkannya. Anwar fasih, lidah tuanya seakan sudah biasa melafazkan ucapan bahasa asing tersebut.

Semakin penasaran dengan "Pak Tua Simpang Potong" itu, Penulis pun mulai menjejeri langkah Anwar. Mencoba mengorek lebih dalam tentang dirinya. Siapa gerangan Anwar, sudah rapuh tapi kuasai tiga bahasa? Ada sesuatu cerita tersembunyi dari lembar hidup Pak tua dan itu membuat hasrat penasaran penulis kambuh!. Dua hari menyatroni Anwar di simpang Potong, akhirnya Penulis tahu kalau Anwar bukan pengemis sembarangan. Catatan sejarah terpampang dari celoteh Pak Tua itu.

Memang sekarang Anwar hanyalah pengemis tua yang menyedihkan. Hidupnya tak tentu arah. Tapi, jika merunut sejarah "tempo doeloe" Anwar adalah pemuda gagah yang ikut mengokang senjata melawan para penjajah. Pangkat yang disandang Anwarpun tak main-main, Letnan Satu, Komandan Kompi 3 Sumatra Bagian Selatan. Itulah daerah Anwar waktu menjabat sebagai serdadu bangsa untuk mengusir penjajah. Bukankah luar biasa "si Anwar Muda"?.

"Saya bekas tentara Sumatra Selatan. Di bawah pimpinan Bagindo Aziz Chan (Pejuang Pakistan -+) saya menjadi komandan Kompi 3 untuk berpetualang, melintasi medan demi menyerang Belanda. Tak terkira berbagai kisah pilu yang saya alami saat perang bergejolak. Tapi, untuk bangsa itu semua belum apa-apa. Hanya satu hal yang membuat kami bangga waktu pulang dari medan perang. Bangga jika membawa topi serdadu Belanda, itu jadi kebanggaan tersendiri dan membuat kita merasa terhormat,"ulas Anwar menatap kosong.
Lubang kecil bekas hantaman peluru yang menghiasi kaki kananya, menjadi bukti keikutsertaan Anwar berjuang untuk bangsa.

"Kaki ini ditembus peluru di Jalan Jakarta (sekarang bernama Simpang Presiden). Waktu itu hari masih pagi. Bangsa kita baru saja membuat perjanjian dengan Belanda (Perjanjian Linggar Jati). Tapi Aziz Chan menentang perjanjian itu. Belanda marah dan mengamuk. Menyerang membabi buta di tengah Kota. Hasilnya, ya kaki ini kena tembak waktu mau pulang ke Posko," terang Anwar.
Bukan sekali Anwar kena tembak, bahkan, pengap dan lembabnya dinding jeruji besi pun telah dua kali Anwar rasai. "Empat tahun saya dibui. Tertangkap waktu bergerilya, dari Padang dengan tujuan Payokumbuah yang waktu itu (tahun 1946) sedang bergejolak. Tapi sial, melewati Padangpanjang saya tertangkap Belanda. Waktu itu, peluru habis sementara kaki saya masih terbalut secarik kain yang menutupi lubang timah panas. Saya digiring, kaki dirantai, diberi golongan besi, " ungkap Anwar mencoba merunut kembali petualangan masa lalunya.

Di Panjang Panjang, Anwar diperlakukan tak senonoh oleh tentara Belanda. Hantaman bokong senjata, sayatan belati sampai minum air kencing "sang meneer" pun hampir tiap hari menyinggahi kerongkongan Anwar. Namun Sang Letnan tetap tegar. Kepalanya tetap tegak, walau kucuran darah dari pelipisnya tak pernah berhenti.

"Penjara dulu, bukan seperti sekarang. Dulu, tangan di ikat kawat berduri, kaki di ikat dengan rantai yang diberi golongan besi. Saban hari kena pukul. Bahkan, Untuk minum, mereka memberi air putih yang di campur kencing," celoteh Anwar.
Soal Nasiolisme, Anwar bak " Si Naga Bonar '' walau tua tapi kecintaannya pada Indonesia tak pernah surut. Terus berkobar. "Saya pernah ditanya belanda, apakah saya berjuang dan jadi tentara karena hanya sekedar kedudukan dan jabatan semata?. Saya jawab aja apa adanya, " "Aku berjuang untuk Negara, bukan kedudukan. Bila kelak aku mati di sini. Aku bangga, karena itu demi negara," ulas Anwar mengingat kembali peristiwa hidup yang masih segar dalam ingatannya.

Kemerdekaanpun sepenuhnya diraih Indonesia. Namun tak begitu bagi Anwar, tak ada penghargaan yang diterimanya. Pengorbanan dan perjuangannya yang dikibarkannya seorang Anwar seakan dilupakan. Anwar hilang di tengah gegap gempita eforia kemerdekaan. Ditambah kematian istri, seolah pembawa petaka. Anwar kehilangan semangat hidup. Sempat terjerumus ke dunia hitam. Anwar tobat. Tapi, hidup memang tak pernah berpihak pada Anwar. Semakin terlunta-lunta. Hingga jalan sebagai pengemispun jadi pilihan terakhirnya.

Tak ada tanda jasa, tak ada lencana penghormatan yang diterima Anwar dari Pemerintah. Bahkan gelar pahlawan veteranpun tak singgah pada Anwar. "Saya tak butuh apapun. Dulu, saya berjuang bukan untuk mendapatkan tanda jasa. Saya berjuang untuk negara. Tak perlu tanda jasa apalagi uang. Biarlah hidup begini, asal tak menganggu orang lain. Saya rela. Memang, angkatan saya yang ikut mengangkat senjata kebanyakan tenang dan menjalani masa tuanya dengan glamauran harta. Saya tak suka itu, bagi saya berjuang bukan untuk kemapanan masa tua, tapi untuk kemerdekaan bangsa. Biarlah orang memandang saya hina. Asal saya bisa tenang. Biarlah hanya makan sehari yang penting bangsa ini merdeka,"jawab Anwar tegar, segera berdiri, pergi minta segelas air kepada pedagang di depan Masjid AL-Mubarah, Sawahan.

Hari ini , Jumat (1/8) Penulis kembali berniat menemui Anwar. Namun, "Sang Letnan" menghilang dari Simpang Kandang. Dua onggok batu yang biasanya jadi sandaran Anwar kehilangan tuannya. Anwar raib. Padahal hari masih pagi, jarum jam baru berada di angka sembilan. Kemana Anwar?.

Kecewa dengan hilangnya Anwar, penulis mencoba menelusuri RTH (Ruang Terbuka Hijau) Imam Bonjol. Tempat biasanya Anwar tidur ketika penat datang mendera tubuh rentanya. Benar juga, tubuh renta Anwar tergolek diantara rumpun hijau Imam Bonjol. Namun ada yang lain dari penampilan Anwar hari ini. Bajunya tak hanya buram seperti kemarin, tapi lebih parah, kemeja biru yang dipakainya sudah tak berbuah. Mempertontonkan tulang-tulangnya yang kelihatan menonjol dibalut kulit keriput. Perutnya kempis. Sandalnyapun berlainan warna, hijau dan biru berbalut seutas tali plastik warna putih.

Mencoba mendekat, ternyata Anwar tertidur. Dadanya terlihat turun naik beraturan, membusung. Tulang dadanya semakin menonjol. Perlahan mata Anwar terbuka. Sesaat pandangannya kosong. "Tadi Saya pingsan nak, perut lapar. Padahal saya belum dapat apa-apa. Saya tak kuat berdiri. Untunglah ada seorang tukang becak yang kasihan pada saya. Membelikan saya sebungkus nasi telur. Tapi badan ini masih lemas," terang Anwar lesu.

Seperti sebelumnya, Walaupun tubuh rentanya masih lemah, Anwar tetap bercerita panjang lebar tentang kerasnya hidup yang dilewatinya selama 10 tahun hidup dijalanan. "Saya hanya kuat berdiri di simpang ini sampai pukul 11 siang. Tubuh ini sudah terlalu tua untuk lama-lama berdiri. Matahari terlalu garang. Berlainan benar waktu muda dulu, beratnya medan tempur selalu bisa saya taklukkan. Ah, sampai kapan tubuh ini bisa bertahan menunggu kepingan logam. Saya tak tahu," Anwar menerawang.

Perlahan, rentetan-rentetan kehidupan Anwar mulai terkuak. Celoteh panjang Anwar menguak tabir tersebut. Rupanya, Anwar juga pernah menjadi awak kapal barang berbendera Jerman. Lulus di Sekolah Sembilan (Belakang Tangsi) tahun 1930. Anwar mulai berpetualang. Dari tahun 1932 sampai 1939 Anwar berlayar. Dalam kurun waktu itu tak sedikit keragaman budaya yang dilihat Pak Tua.

"Saya lulus sekolah Belakang Tangsi 1930. Selanjutnya berlayar tujuh tahun mengelilingi Asia sampai ke Australia. Kemudian pulang untuk berjuang. Saya tak mau bersenang-senang di atas Kapal, sementara Bangsa kita sedang berjuang merebut kemerdekaan. Naluri kebangsaanlah yang memanggil jiwa ini untuk ikut berjuang,"
terang Anwar.

Anwar berpetualang, menyelusuri setiap pelosok Tanah Indonesia untuk berjuang mengusir Sang Meneer dari Indonesia. Awalnya hanya bermodalkan bambu runcing. Anwar akhirnya mendapatkan senjata rampasan dari tentara Belanda. Senjata ditangan, Anwar muda mulai merengsek. Memuntahkan pelurunya di barisan terdepan pejuang Indonesia.

"Pada awalnya tak ada senjata. Kami hanya bermodalkan bambu. Namun, dari tangan belanda yang berhasil kami bunuh, kami nisa memperoleh senjata. Dengan itulah kami menyerbu musuh. Mengambil topinya sebagai "cinderamata" dari medan tempur,";lanjut Anwar.
Hingga Akhirnya Indonesia merdeka. Belanda pergi dari tanah Bangsa. Tentu, kemerdekaan itu adalah hasil perjuangan pahlawan kita. Termasuk Si Anwar yang berjuang di dua episode perang tersebut. Anwar bertarung dengan gagah. Namun apa yang didapatkan sang Letnan?. Hingga detik ini Anwar masih berstatus pahlawan bangsa yang terabaikan. Pahlawan yang menyongsong hari tuanya dengan melakoni profesi sebagai pengemis. Indonesia merdeka, namun Anwar masih tetap "terjajah oleh hidup"!!.

Memang, dulu Anwar pernah diberi secarik kertas bertuliskan penganugrahan sebagai pejuang oleh Pemerintah. Namun karena jalan hidupnya yang sering berpindah tempat "surat wasiat" itu raib entah kemana. Padahal, surat itu adalah sebagai landasan Anwar untuk menerima haknya sebagai Veteran."

"Memang dulu saya diberi surat oleh Pemerintah. Kalau tak salahnya surat Bintang Grelya. Tapi surat itu sudah hilang. Kata orang surat itu adalah syarat untuk menerima tunjangan dari pemerintah. Tpi tak apalah, saya juga tak perlu itu. Kan sudah saya katakan kalau saya berjuang bukan untuk uang apalagi jabatan. Walaupun meminta-minta tapi saya tak menyusahkan orang lain. Saya sudah pernah hidup senang di atas kapal. Sekarang saatnya susah. Hidup seperti roda nak. Kadang di bawah. Sekali lagi, saya berjuang untuk Indonesia. Melihat Merah Putih berkibar tanpa gangguan itu adalah suatu kebanggaan tersendiri. Tak ada yang membuat saya bahagia kecuali melihat kibaran bendera Indonesia," celoteh Anwar.
Letnan Kolonel Anwar, pahlawan bangsa kini tak ubah hanyalah tubuh tua dekil, tak ada yang peduli. Anwar semakin pupus di tengah sibuknya Kota Bengkuang. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para Pahlawannya" kata Bung Karno. Namun itu hanyalah barisan kata, bukan kenyataan. Tak percaya? tanyakan itu semua pada Anwar. Pahlawan kita yang hinggga saat ini masih menengadahkan tangan untuk bertahan hidup.Memang Anwar tak minta apa-apa dari perjuangannya. Tapi, apakah kita tega melihat orang yang melepaskan kita dari jeratan penjajah harus terlunta. Mengemis untuk hidup. Tanah kemerdekaan yang kita pijak adalah hasil dari muntahan peluru Pahlawan mengusir penjajah. Namun kenapa kita menutup mata untuk itu. Apakah rasa penghormatan kepada para Pahlawan sudah pudar dihantam terjangan zaman. Sekali lagi, jangan lupakan Anwar yang telah gigih perjuangkan bangsa. Pemerintah? mungkin lupa juga akan nasib Sang Kapten.

sumber
Baca Selengkapnya ... »»