SEBENARNYA MANUSIA MENGATUR ATAU DIATUR?


manusia mengatur atau diatur? maksud dari kalimat ini adalah manusia mengatur jalan hidupnya sendiri? mengatur arah hidup,prilaku,hingga mendapat hasil atas apa yang dia lakukan? atau SEMUA itu diatur oleh Tuhan?

contoh>
memilih dan menentukan istri/suami.
memilih profesi.(pedagang,pegawai,preman,perampok dsb)
memilih punya anak 1,2,3 dst.
memilih agama serta alirannya.
memilih gaya rambut,model pakaian,dan acesorisnya.
memilih jadi perokok,peminum alkohol,konsumsi narkoba(ganja,sabu2,pil koplo dsb).
memilih hidup teratur, gaya hidup bebas atau free sex..
memilih jenis olah raga senam,joging,petinju.dsb.
memilih rajin atau malas,sabar atau pemarah.irit atau boros.
memilih alat transpotasi saat bepergian(darat laut atau udara).
dan masih banyak2 sekali MEMILIH yang lain. pertanyaannya apakah MEMILIH disini adalah HAK manusia secara mutlak??? atau diatur dan diarahkan oleh Tuhan???
kenapa perlu di pertanyakan?? karena semua pilihan/memilih diatas akan SANGAT berpengaruh terhadap perjalanan hidupnya,semua pilihan pasti mempunyai efec dan resiko untung rugi nya, secara logika hukum,semua resiko untung rugi nya HARUS ditanggung oleh yang menentukan pilihan(manusia atau Tuhan)
kalau pilihan itu ditentukan oleh manusia ,maka konsekuensinya segala akibat dan resikonya adalah tanggung jawab manusia. sebaliknya bila pilihan itu atas aturan ,arahan atau bagian dalam RENCANA Tuhan,maka yang bertanggung jawab adalah Tuhan,karena konon bila Tuhan mempunyai kehendak maka manusia tak akan kuasa menolaknya.

jadi posisi manusia sebenarnya adalah sebagai pengatur atau sebagai yang diatur??

JAWAB:
Maaf kan saya baru bisa mengutarakan pendapat , tentu saja pendapat saya bisa berbeda satu sama lain , menurut keyakinan masing .
Secara sains jawabannya
"Tuhan tidak ada mengatur manusia" .
Kehidupan di alam semesta ini berjalan berdasarkan bahan-bahan dasar dan hukum-hukum dasar.
Dari hal yang mendasar ini berevolusi menjadi serumit ini.
Para fisikawan teoritis mulai menyadari bahwa seandainya bahan dasar alam semesta ini bukan seperti ini, maka mungkin alur evolusinya pun akan berbeda pula.
Hukum-hukum fisikanya dan theologinyapun akan berbeda pula.
Yang jelas dan bisa dibuktikan adalah akhir dari suatu bentuk kehidupan adalah kematian.
Dimana ada kelahiran pasti ada kematian.

Namun demikian, sekalipun kehidupan ini tidak punya tujuan yang definitif, pasti dan jelas, tidak berarti kita harus jadi murung dan meniti kehidupan ini dengan tanpa arah.
Ambilah suatu tujuan untuk dicapai dalam hidup ini.
- Jikalau mau jadi seorang filsuf, ya jadilah.
- ingin jadi pelaku bisnis seperti Donald Trump, ya jadilah.
- ingin hidup senang senang saja seperti Donald Duck, ya jadilah.

Adalah penting untuk memiliki tujuan dalam hidup.
Dengan memiliki tujuan dalam hidup kita memiliki arahan untuk dicapai dan diusahakan.
Dan itu sehat.
Yang berbahaya adalah apabila tujuan dalam hidup ini diarahkan untuk mencapai suatu keadaan dimana anda bahagia, di atas ketidak bahagiaan orang lain.

Dan harus diingat, bahwa tujuan dalam hidup itu sendiri tidak berkonotasi langsung dengan kebahagiaan.
Ya tepatnya, tentu berdasarkan modal-modal kapasitas dan kapabilitas yang kita miliki.
Dan kita yang memilih perasaan dalam diri kita sendiri entah itu bahagia atau bahagia terlepas dari punya atau tidak punya?

Dalam keyakinan akan adanya tuhan yang maha kuasa yang telah menciptakan alam semesta dan mengatursebelum segala jaman, kemudian menuliskan cetak biru naskah kehidupan di alam ini, dimana segalanya telah teratur dalam hokum yang rapih.
Kita hanya memiliki kehendak bebas untuk mematuhi atau tidak rencana tuhan atas hidup kita itu.

Kalau anda menganggap semua itu benar dan bermakna dalam hidup anda ya silahkan.
Tapi benar atau tidaknya keyakinan tersebut – adalah hal yang lain.
Sebab keyakinan seperti itu sangat rentan dengan berbagai kritik.
Saya hanya akan menuliskan dua hal saja yang menegasikan keyakinan itu.

Pertama:
Keyakinan yang sebut tadi itu memproyeksikan suatu tuhan yang raja tega, bebal, tidak beretika, bodoh dan sewenang-wenang.
Lihatlah sejarah peradaban manusia yang penuh dengan tangisan, dan pertumpahan darah.
Diatas semua kejadian yang memilukan hati ini, justru kita lihat bahwa agama2 besar yang mengagung-agungkan suatu tuhan berpribadi, yang terlepas dari alam, justru bermain dalam kekerasan itu.
Lihatlah peperangan dan ketegangan2 antar Agama , Benarkah tuhan itu maha kasih?
maha mengetahui?  maha segalanya? 

Ketika bom diledakan dimana-mana,Dimanakah Tuhan berada?
Koq dia tidak menangis? Sungguh-sungguh raja tega tuhan yang diproyeksikan agama samawi ini.

Kedua :
Keyakinan bahwa ada suatu rencana sempurna dari tuhan yang kekal abadi, yang diciptakan segala jaman, menjadikan si pemercaya seorang yang neurosis.
Setiap hal terus dicross-check dengan hukum-hukum yang tidak kelihatan itu.
Ia takut apabila ia melenceng dari rencana tuhan yang sempurna itu.
Padahal tuhan sendiri tidak pernah berteriak-teriak dari langit,
Pernahkah tuhan teriak2 seperti itu?
Tidak pernah bukan?

Seperti yang saya tulis di atas, bahwa kisah-kisah agama dan konsep-konsep keyakinan adalah perwujudan symbol-symbol psikologis pencarian makna hidup dalam tataran arketype kesadaran manusia itu sendiri?
Konsep tuhan adalah penubuhan dari idea-idea tentang sumber, kesegalaan dan kesempurnaan.
Konsep tentang Bunda Maria adalah penubuhan dari idea-idea pengayoman dan kelembutan.
Konsep Jibril adalah penubuhan dari mediasi / duta antara sumber dengan cabangnya.
Konsep Kristus adalah penubuhan idea-idea satrio piningit / mesias dari budaya Israel dan lain sebagainya .
Semua idea tersebut adalah getaran refleksif dari alam nirsadar untuk ditangkap oleh alam sadar kita.
Dalam upaya untuk membahasakan ‘bahasa’ refleksif itu maka diwujudkanlah simbol-simbol yang kita temukan dalam agama-agama, such as, tuhan, jibril, bunda maria, kristus, Muhammad, Buddha dan lain lain.
Tanpa perlu memusingkan ada atau tidaknya tokoh2 di atas.

Mengapa alam sadar kita menerima isyarat-isyarat refleksif dari alam bawah sadar?
Bagi Carl Gustav Jung, seorang psiko-analis abad 19- 20, karena kita, manusia, terlahir dengan keadaan ‘terbelah’, keadaan sadar yang terbelah ini tanpa sadar terus menerus mencari pemenuhannya.
Hasrat pemenuhan ini sendiri diransang oleh idea-idea dalam yang tersimpan dalam alam bawah sadar kita.

Berbeda dengan Sigmund Freud yang mempercayai alam bawah sadar sebagai tempat dimana hasrat-hasrat hidup /libidinal direpresi, bagi CG Jung alam bawah sadar adalah kesadaran kolektif, dimana idea-idea pencarian makna hidup manusia itu tersimpan secara laten.
Bagaimana bawah sadar ini berkomunikasi dengan alam sadar adalah dengan cara libidinal dan refleksif.
Semua hasrat dalam diri kita adalah hasrat untuk bertahan hidup.
Hasrat-hasrat yang dipenuhi akan hilang dengan sendirinya.
Namun apa bila hasrat itu tidak terpenuhi, maka suatu saat alam nirsadar mengirim pesan-pesan berupa imagi kepada si alam sadar dalam bentuk mimpi.

Sedang lewat refleksif alam bawah sadar ini mengirim idea-idea yang diterima oleh alam sadar sebagai suatu yang harus digali, semacam idea kesempurnaan, keagungan, estetika, keabadian dll. Kesadaran kolektif ini menjadi sumber inspirasi dari pencarian manusia akan idea-idea spiritualitas, estetika, pencarian makna hidup dan sebagai nya .

Jadi singkatnya agama dan segala idea di dalamnya adalah penubuhan dari gejolak-gejolak bawah sadar yang harus dikelola dengan baik oleh sang sadar tadi, karena tidak semuanya gejolak itu baik, atau tidak semuanya gejolak itu buruk.
Idea tentang kesempurnaan, keteraturan, dan keabadian, diwujudkan dalam seni musik gambar, cerita, abstraksi-abstraksi idea dan lain lain.
Maka terbentuklah mitos-mitos tuhan, kisah-kisah asal muasal kehidupan, kisah-kisah setelah kehidupan, keabadian dan sebagainya .
Hal-hal tersebut dikelola oleh para pujangga dan rohaniwan jaman dulu menjadi mitos-mitos yang oleh agama dijadikan standar baku yang tidak boleh diotak-atik dan dikritik karena dipercaya sempurna dan tiada cacat.

Jadi , singkatnya, silahkan anda percayai teologia agama anda, kalau itu bermanfaat dan memperkembangkan kepribadian anda.
Namun apabila anda menjadikannya sebagai kebenaran factual maka anda tidak ubahnya dengan seorang yang memiliki masalah keterbelahan jiwa, yang disebut skizofrenis.
Seorang skizofrenis hidup dalam dua atau tiga atau lebih dunia yang dia anggap ajeg dan real.
Dan memang demikianlah orang yang selama ini menganggap agama sebagai kebenaran mutlak yang tidak bisa disanggah.
Mereka seperti skizofrenis yang kesehariannya hidup di jaman modern yang logis dan rasional, tapi otaknya masih dipenuhi dengan khayalan-khayalan agama yang dianggapnya sebagai benar, menyejarah dan pasti tidak pernah salah.
Kalaupun sains membuktikan kesalahan kisah-kisah agamanya, mereka tetap percaya bahwa tuhannya maha kuasa dan sainslah yang salah.

Bagaimana mungkin kisah-kisah tentang tuhan dan nabi-nabi dalam agama-agama bisa dibuktikan sebagai yang benar?
Keyakinan adanya tuhan yang berfirman ini itu pada seorang nabi lewat perantaraan jibril atau malaikat manapun, bagi saya adalah mitos.
Sebab kalau diminta supaya jibril hadir dan bersaksi bahwa dia benar-benar pernah muncul dan menitipkan firman pada si nabi itu, pasti dia tidak akan pernah muncul.
Kenapa?
Lha memang dia tokoh fiktif koq.
Mau mengharapkan kemunculan macam apa dari tokoh fiktif?

Rekan ku hidup ini sukar.

Namun yang lebih repot lagi ketika hidup yang sukar ini harus terus menerus disingkron-singkronkan dengan seperangkat hukum tidak nyata yang dibentuk oleh komunitas dan agama, tanpa persetujuan dari kita, dimana kita ditempatkan pada suatu posisi yang tidak bisa menganalisa dan memilah dan memilih seturut dengan kesadaran kita.
Saya mendorong rekan rekan untuk berani mempertanyakan semua itu dan berani untuk menilai baik buruknya menurut sendiri.

Hukum moral itu perlu , namun bukan yang dikenakan dari luar kepada kita, melainkan dari dalam kesadaran diri kita sendiri.
Tentu saja prinsip ini baiknya untuk mereka yang sudah dewasa, bukan manusia-manusia dengan peradaban yang masih kasar.

Baiknya bagaimana menjalani hidup ini?
Ya apa adanya saja.
Tidak perlu terus dalam keadaan tegang menganalisa diri sendiri,
menuduh-nuduh apakah kita sudah hidup seturut dengan rencana tuhan atau bukan,
lha wong si tuhan juga tidak bicara apa-apa koq.
Lihatlah bahwa dunia ini indah, dan kesempatan untuk kita hidup sebagaimana kita adanya saat ini tidak mungkin datang dua kali.

Buatlah hidup kita merasa bahagia kini dan di sini, dalam apa adanya hidup kita.

SEBENARNYA MANUSIA MENGATUR ATAU DIATUR?
Posted by: Risalahati Dedic Ahmad Updated at: 11:36
SEBENARNYA MANUSIA MENGATUR ATAU DIATUR? RISALAHATI , By Risalahati, Published: 2012-10-31T11:36:00+07:00, Title: SEBENARNYA MANUSIA MENGATUR ATAU DIATUR? , Rating5 of 8765432 reviews

No comments:

Post a Comment