Nasib seseorang dalam kehidupannya seakan dari awal sudah dipastikan dan pada umumnya sulit keluar dari jalur nasib yang telah ditentukan ? Ingin memperbaiki nasib, mudah dibicarakan namun sulit untuk dikerjakan. Walaupun dalam hati mengerti akan sebab-sebabnya, tetapi untuk mengerjakan secara konkrit akan terasa sangat sulit.
Sebab harus memberikan pengorbanan tertentu, korban waktu, pikiran, tenaga, uang, dll, pula harus dilaksanakan terus-menerus, barulah berhasil. Tidak sedikit orang yang pada permulaannya penuh dengan kepercayaan, tetapi setelah melalui satu jangka waktu tertentu, tetap tidak nampak hasilnya, maka ía putus asa. Timbullah keragu-raguan, bahkan melepaskan atau membatalkannya, ia lebih sudi menjadi hamba nasib, lalu dikatakannya “Terserah pada Thian (Tuhan)”.
lnilah kesulitan manusia hendak mengungguli nasib, justru ada kesulitan ini, kian jelaslah keunggulannya dan nilainya. Pada hal, dengan mempunyai kepercayaan yang kuat, tekad yang teguh, semangat yang kokoh, apapun kesulitannya, bagi orang ini tidak sulitlah memperbaiki nasibnya.
Orang sering mengatakan, merokok dan mengonsumsi minuman keras serta cara hidup yang tidak baik akan mengurangi usia seseorang, namun studi terbaru menemukan, pengaruh dari perbuatan manusia sesudah lahir tersebut tidaklah begitu besar seperti yang dibayangkan, sebaliknya, seseorang begitu lahir, usianya telah ditentukan.
Yuan Liaofan adalah seorang pria pada zaman Dinasti Ming masa pemerintahan Wanli dan ia tinggal di Wu Jiang wilayah selatan Sungai Yangtse. Kehidupan semasa remaja ia lalui dengan kondisi miskin, dan ia mempelajari ilmu kedokteran untuk menyambung hidup.
Suatu hari ia berkenalan dengan seorang master ilmu Konfusius berjenggot panjang yang mahir dalam ilmu meramal.
Sebab harus memberikan pengorbanan tertentu, korban waktu, pikiran, tenaga, uang, dll, pula harus dilaksanakan terus-menerus, barulah berhasil. Tidak sedikit orang yang pada permulaannya penuh dengan kepercayaan, tetapi setelah melalui satu jangka waktu tertentu, tetap tidak nampak hasilnya, maka ía putus asa. Timbullah keragu-raguan, bahkan melepaskan atau membatalkannya, ia lebih sudi menjadi hamba nasib, lalu dikatakannya “Terserah pada Thian (Tuhan)”.
lnilah kesulitan manusia hendak mengungguli nasib, justru ada kesulitan ini, kian jelaslah keunggulannya dan nilainya. Pada hal, dengan mempunyai kepercayaan yang kuat, tekad yang teguh, semangat yang kokoh, apapun kesulitannya, bagi orang ini tidak sulitlah memperbaiki nasibnya.
Orang sering mengatakan, merokok dan mengonsumsi minuman keras serta cara hidup yang tidak baik akan mengurangi usia seseorang, namun studi terbaru menemukan, pengaruh dari perbuatan manusia sesudah lahir tersebut tidaklah begitu besar seperti yang dibayangkan, sebaliknya, seseorang begitu lahir, usianya telah ditentukan.
Yuan Liaofan adalah seorang pria pada zaman Dinasti Ming masa pemerintahan Wanli dan ia tinggal di Wu Jiang wilayah selatan Sungai Yangtse. Kehidupan semasa remaja ia lalui dengan kondisi miskin, dan ia mempelajari ilmu kedokteran untuk menyambung hidup.
Suatu hari ia berkenalan dengan seorang master ilmu Konfusius berjenggot panjang yang mahir dalam ilmu meramal.
Si master Konfusianisme meramal nasibnya yakni pada tahun depan (kedua) ia akan lulus ujian kelompok taruna di kabupaten dan menduduki peringkat-14. Pada ujian pemerintah ia peringkat-71 dan peringkat ke-9 untuk ujian lanjutan, juga ditentukan ia tidak berhasil pada ujian akhir dan hanya menjabat sebagai pejabat kecil selama 3 tahun. Umurnya hanya mencapai 53 tahun dan pada tanggal 14 bulan ke delapan akhirnya wafat serta tidak memiliki keturunan.
Ketika memasuki tahun kedua, tiga ujian yang diramal oleh master Konfusianisme semuanya terbukti. Kemudian waktu berlalu 20 tahun, berbagai macam nasib baik maupun buruk yang dihitung oleh si peramal semuanya terbukti, maka Yuan Liaofan sangat memercayai bahwa kemajuan-kemunduran-musibah-berkah dari kehidupan manusia merupakan sesuatu yang sudah pasti, sepertinya tak bisa dipaksakan untuk diubah.
Suatu ketika Yuan Liaofan bertemu seorang biksu Zen bernama Yun Gu (Lembah Awan) di Gunung Qixia, Nanjing. Sang biksu bertanya “Manusia biasa tak mampu menjadi orang arif bijaksana, terutama karena terjerat terus-menerus oleh gangguan pikiran satu dan lainnya. Anda bahkan telah duduk selama tiga hari di sini, tapi tidak terlihat gangguan sedikit pun?”
Maka Yuan mengisahkan tentang pengalaman hidupnya, sang biksu Zen setelah mendengar ia tertawa lepas. “Saya menganggap Anda seorang jagoan, ternyata hanyalah seorang biasa-biasa saja. Karena perhitungan nasib hanya berlaku bagi manusia biasa pada umumnya, namun tidak berlaku bagi manusia yang ekstrem jahat atau manusia yang penuh kebajikan.”
Kemudian biksu Zen menjelaskan tentang prinsip imbalan “siklus perbuatan sebab-akibat dan baik-buruk”, juga penjelasan rinci tentang prinsip mengubah kehidupan: “nasib - dibuat sendiri oleh saya, berkah - diri sendiri yang memperolehnya”.
Maka Yuan Liaofan bertekad mengubah diri secara total dan melakukan banyak kebajikan. Ia bersujud di hadapan sang Buddha, dengan tulus bertaubat tentang kesalahan diri sendiri, dan bersumpah akan melakukan 3.000 kebajikan, serta mendaftar ulang ujian pemerintah.
Setiap hari ia mencatat hal baik-buruk yang ia ucapkan dan lakukan, dengan tujuan untuk diubah bila ada yang salah. Tidak sampai 2 tahun, meskipun 3.000 kebajikan belum genap, namun ia sudah berhasil dalam ujian awal, sehingga perhitungan nasib master Konfusianisme itupun telah berubah. Namun karena ia belum konsisten benar, kebajikan yang ia lakukan terkadang bukanlah suatu hal bajik, maka berkahnya jadi impas, setelah ia menggunakan waktu 10 tahun lamanya baru berhasil melaksanakan 3.000 kebajikan, dan saat itu Yuan Liaofan telah sukses dalam ujian akhir pemerintah dan menjadi pejabat setingkat kebupaten.
Kala itu, ia secara mendalam menyadari manfaat dengan rajin mengumpulkan perbuatan baik, maka ia lagi-lagi bersumpah melakukan 3.000 tindakan kebajikan, agar mendapatkan keturunan, ternyata tidak sampai setengah tahun, ia yang sudah nyaris berusia setengah abad berhasil dikaruniai seorang anak. Sejak saat itu, Yuan Liaofan setiap hari membaca kitab suci dan menyebarkan perbuatan kebajian, akhirnya ia berhasil hidup hingga usia 74 tahun, sang putra pun berhasil lulus ujian akhir pemerintah.
4 Wejangan Liaofan adalah 4 pasal surat yang ditulis untuk putranya ketika ia berusia 69 tahun, dengan keyakinan nasib sudah ditentukan, hanya saja dalam menghadapinya, jangan mengakuinya secara fatalistik, hendaknya secara aktif melakukan perbuatan baik agar dapat ditukar dengan selembar gambar genentik nasib yang sama sekali baru.
Kebajikan Yang Dapat Merubah Nasib
Posted by: Risalahati
Dedic Ahmad Updated at: 16:33
No comments:
Post a Comment