Setiap menjelang salat lima waktu, masjid-masjid di sebagian besar di Jawa Timur, beberapa bulan ini selalu mengumandangkan syi-ir dalam bahasa Jawa. Suara berat dan lembutnya orang yakin betul jika pemiliknya adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Syi-ir yang terlihat sederhana itu maknanya sangat dalam sekali. Lebih dari itu, dengan suara yang khas, jika diresapi, maknanya sangat menyentuh hati. Jika diikuti dari awal hingga akhir syi-ir semua lapisan masyarakat, tak peduli pangkat ataupun derajatanya, tinggi maupun rendah status sosialnya, beriman atau abangan akan tersindir dengan syi-iran itu.
Simak saja kutipan syi-iran berikut ini:
Akeh kang apal Qur’an Haditse
Seneng ngafirke marang liyane ….
Kafire dewe dak digatekke ….
Yen isih kotor ati akale 2X ….
(Banyak yang hapal Qur’an dan Haditsnya
senang mengkafirkan pada orang lain
kafirnya sendiri tak dihiraukan
jika masih kotor hati dan akalnya)
Atau ketika menyinggung banyaknya orang yang tergiur kemewahan dunia yang disindir sebegai berikut:
Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nisto
(gampang terbujuk nafsu angkara
dalam hiasan gemerlapnya dunia
iri dan dengki kekayaan tetangga
maka hatinya gelap dan nista)
Semakin hari syi-iran ini semakin menyebar saja. Entah itu berupa ringtone, atau diputar di musala-musala atau masjid, dalam jam-jam tertentu. ‘Nyanyian’ tanpa iringan musik begitu syahdu ini, akhirnya menyisakan polemik. Sebab, sebagian kalangan mengatakan bahwa, alunan suara itu milik Muhammad Nizam As-Sofa, pemangku Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa, Wonoayu, Sidoarjo.
Syi’ir berjudul ‘Tanpo Wathon’ ini, menjadi buruan Gusdurians (sebutan pengidola Gus Dur). Di situs Youtube, yang diunggah berbagai versi, telah dikunjungi puluhan ribu. Sedangkan di situs 4shared, syiir ini diunduh lebih dari 10 ribu. Belum lagi, transfer antar ponsel via bluetooth. Sebagian besar meyakini bahwa suara yang melantunkan syi’ir itu, adalah suara Gus Dur, dan dikabarkan, sekitar 2 bulan sebelum sang Bapak Pluralis ini wafat.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj, yang dikenal sangat dekat dengan Gus Dur menegaskan bahwa syiir Tanpo Wathon bukanlah ciptaan Gus Dur. “Gus Dur hanya menyumbang dua bait istighfar pada Syi’ir Tanpo Wathon. Yaitu: Astagfirullah robbal baroya... Astagfirulloh minal khootooya... Robbi zidni 'ilmannaafii'a ......Wawaffikni 'amalansoliha... Yarosulalloh salammun'alaik... Yaarofi'asaaniwaddaaroji... 'atfatayaji rotall 'aalami... Yauhailaljuu diwaalkaromi... Hanya dua bait inilah yang disumbang oleh almarhum,” ujar Kang Said, panggilan akrab Said Aqil Siradj.
Kang Said lebih cenderung kepada sosok Gus Nizam - Muhammad Nizam As Sofa - Pengasuh Ponpes Ahlus Shofa wal Wafa, Wonoayu - Sidoarjo. Dan sudah ada sejak 2004 yang dikumandangkan tiap selesai kajian Jami'ul Ushul & Alfathur Rabbani setiap malam Kamis.
“Kalau bait yang lainnya memang karya Gus Nizam. Saya sendiri tidak tahu kapan persisnya Syi’ir ini dibuat dan dikumandangkan. Namun yang pasti Syi’ir ini sudah ada kira-kira tahun 2004, bukan dibuat Gus Dur dua bulan sebelum meninggal,” imbuh Kang Said.
Syi’ir ini sangat ngetop ketika selalu diputar dalam Muktamar GP Ansor XIV, di Surabaya, Januari 2011 lalu. Kang Said mengaku sangat senang, karena syiir ini bukan tenggelam begitu saja, malah kian meluas. Kini, masjid atau musala rutin memutar syiir ini, di waktu menjelang salat.
“Alhamdulillah sekali. Karena kalau kita dengarkan lalu direnungkan ada makna yang begitu mendalam dalam Syi’ir Tanpo Kathon. Syi’ir ini memberikan pembelajaran dalam hidup, agar kita jangan terlena oleh gemerlapnya dunia, tapi juga harus mempertebal iman dan tanpa merendahkan orang lain agar kelak tidak tersesat di akhirat,” ular Kang Said.
Tetapi, dalam polemik yang terjadi di Internet, disebut bahwa syiir ini dilantunkan Gus Dur saat masih berusia muda. Bahkan, ada orang yang dekat keluarga Gus Dur melakukan klarifikasi kepada ahli waris Gus Dur. “Keluarga beliau membenarkan bahwa itu adalah suara Gus Dur saat masih muda, sekitar tahun 1990-an,” tulis seseorang yang memakai nama ardwall99, dalam komentar di situs youtube.
Sementara soal gubahan, hampir tak terjadi polemik, karena syiir ini ternyata sudah ada sejak lama sekali. Jadi, ada yang mengatakan pengarang syiir ini sulit dilacak.
Ada wacana lain yang muncul bahwa syiir ini sudah ada sejak era orde lama. “Yang jelas, zaman mbah kulo tesih gesang syi'iran niku mpun wonten lan dilantunaken kalean poro pengikut NU (Ketika mbah masih hiduo, syiiran ini sudah ada dan dilantunkan oleh para pengikut NU,red),” tulis Amir, satu bulan lalu, di situs Ponpes Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa.
Dan satu wacana lain muncul, mantan anggota sebuah padepokan di Mojokerto, yang menyebut dirinya thumbenae, mengatakan bahwa pengarang aslinya adalah orang Mojokerto. “Dulu setiap hari Sabtu malam ada pengajian tasyawwuf rutin d padepokanku, dan disiarkan secara live oleh radio. Sayangnya, sekarang pengajian itu sudah tak ada lagi. Tapi saya masih punya banyak rekaman pengajian. Jka ingin ketemu wujud pengarang syiir, saya bisa antarkan untk silaturahim,” tulis thumbenae. (bersambung)
sumber: http://www.harianbangsa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6004:syi-ir-tanpo-wathon-gus-dur-karya-siapa-1&catid=29:laporan-khusus&Itemid=59
Syiir Tanpo Wathon (1)
Posted by: Risalahati
Dedic Ahmad Updated at: 22:07
No comments:
Post a Comment